Natar (21/10). Pondok Pesantren Nurul Huda Lampung, binaan DPW LDII Provinsi Lampung, menerima bantuan teknologi bioflok dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI. Hal ini merupakan bentuk dukungan dari KKP pada usaha budidaya lele sistem bioflok untuk 73 pesantren yang tersebar di 15 provinsi.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin, SE mengatakan, ponpes merupakan lingkungan yang efektif untuk melakukan pembelajaran pengembangan usaha. Sehingga pengenalan usaha lele bioflok ini diharapkan mampu mewujudkan pemberdayaan santri dan menjadi ladang mencetak wirausahawan baru.
“Program tersebut selaras dengan target pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM di lingkungan pesantren melalui penyediaan dan peningkatan gizi berbasis ikan,” ujarnya saat melaksanakan kunjungan kerja di Ponpes Nurul Huda Lampung, Kamis (21/10/2021).
Teknologi bioflok merupakan adopsi dari teknologi pengolahan limbah lumpur aktif secara biologi dengan melibatkan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri. Teknologi ini juga efisien dalam penggunaan air, tidak tergantung sinar matahari, kapasitas tampung benih tinggi (dapat mencapai 3.000 ekor/m3) dan meningkatkan efisiensi pakan.
Direktur Jenderal Perikanan dan Budidaya, TB. Haeru Rahayu mengatakan, teknologi bioflok merupakan program ekonomi biru dengan konsep berbasis ekologi. “Jika berdasar pada ekologi maka anak cucu kita bisa tetap menikmati sumber daya alam. Sehingga, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengusung pendekatan ekonomi biru sebagai tema Hari Ulang Tahun KKP ke-22 pada tanggal 26 Oktober,” ujarnya.
Program ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi santri, tidak hanya di bidang agama, tetapi juga dapat mendorong kemandirian santri dan menggerakkan roda perekonomian di lingkungan pesantren dan yayasan.
Menanggapi hal ini, Ketua DPW LDII Provinsi Lampung dr. H. Aditya, M.Biomed, menyambut baik upaya pemerintah melibatkan pesantren sebagai obyek pemberdayaan. “Kami mengucapkan terimakasih kepada pemerintah yang telah memberikan dukungan dan perhatian bagi perkembangan pesantren yang ada di Indonesia,” ungkapnya
Oleh: Rully Sapujagad (contributor) / Fadel Abrori (editor)