Keterangan foto: Dokumentasi 2019 untuk ilustrasi santri
Jakarta (27/10). Pemerintah menetapkan setiap 22 Oktober sebagai hari santri, dan tahun ini pemerintah menetapkan tema “Santri Sehat Indonesia Kuat”. Tema tersebut terkait dengan wabah Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda menurun. “Tema ini adalah komitmen kita bersama dalam mendorong kemandirian dan kekhasan pesantren. Saya yakin jika santri dan keluarga pesantren sehat, bisa melewati pandemi Covid-19 dengan baik, Insya Allah negara kita juga sehat dan kuat,” ujar Menag Fachrul Razi, dalam pidatonya memperingati Hari Santri pada Kamis (22/10).
Fachrul Razi juga menegaskan beberapa pesantren berhasil mencegah, mengendalikan, dan menangani dampak Covid-19 dengan baik di tengah keterbatasan fasilitas. “Modal utamanya adalah tradisi kedisiplinan yang selama ini diajarkan kepada para santri, keteladanan, dan sikap kehati-hatian kyai dan pimpinan pesantren. Karena mereka tetap mengutamakan keselamatan santri dibanding lainnya,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP LDII Chriswanto Santoso mengatakan Hari Santri menjadi momentum untuk meningkatkan pemberdayaan santri. Agar pada masa depan, semangat santri sebagai pejuang bangsa terus menggema. “Dalam perjalanan sejarah bangsa, di samping peran nyata dalam pergerakan dan perjuangan meraih kemerdekaan, pesantren berperan penting dalam melahirkan insan yang beriman dan berkarakter untuk mengisi pembangunan nasional dalam kerangka NKRI,” imbuh Chriswanto.
Bila pada tahun 1945, peran santri yang besar dalam perjuangan terutama dalam Perang Surabaya, kini santri menghadapi tantangan berat. “Pesantren masih dipandang sebagai kelompok pendidikan yang masih terpinggirkan. Alumni pesantren dianggap tidak mampu bersaing dalam dunia pendidikan, dunia kerja maupun birokratisasi pemerintahan,” ujar Chriswanto.
Dalam dunia pendidikan misalnya, alumni pesantren tidak lantas dapat meneruskan jenjang pendidikan pada sekolah umum maupun perguruan tinggi selain perguruan tinggi keagamaan. Dalam dunia kerja, alumni pesantren dianggap tidak memiliki kecakapan keterampilan, selain di bidang agama, “Pandangan tersebut bisa diubah, bila terdapat penguatan dalam tata kelola regulasi pesantren,” imbuhnya.
Chriswanto mengatakan santri memiliki paket lengkap dalam hal kognitif dan afektif, “Secara keseluruhan santri memiliki daya hafal yang tinggi, dengan demikian mereka adalah generasi yang cerdas. Dan dari sisi kecerdasan emosional dan kecerdasan dalam menyelesaikan masalah, karena terbiasa mandiri. Mereka memiliki kesabaran dan analisis karena terbiasa menelaah kitab,” ujar Chriswanto.
Dengan demikian, menurut Chriswanto, memberdayakan dan mendidik santri dengan ilmu agama dan ilmu pengetahuan serta teknologi, merupakan modal besar dalam membangun Indonesia, karena karakteristiknya yang profesional religius.
Oleh: Rully Sapujagad (contributor) / olive (editor)