Waktu kirim ke @ldiibot : 31-10-2021 19:48:15
Bandung (30/10). Ketua DPP LDII Korbid Hukum dan Hak Asasi Manusia (Huk HAM), Ibnu Anwarrudin mengatakan, para pengurus yayasan harus memperhatikan kelengkapan legalitas yayasan maupun aset tanah maupun bangunan sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) untuk menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
“LDII merupakan ormas keagamaan. Dalam perjalanannya, banyak para pengurus mendirikan banyak yayasan. Namun tidak mengetahui tata kelola yayasan dan belum mengetahui secara penuh tentang hak dan kewajiban yayasan. Padahal sudah jelas ada di dalam AD/ART,” paparnya saat acara sosialisasi legalitas dan tata kelola administrasi pengelolaan yayasan binaan LDII Jabar di Gedung Serba Guna (GSG) Baitul Manshurin, Cinunuk, Bandung, pada Sabtu (30/10/).
Yayasan, imbuh Ibnu, bukan hanya untuk melaksanakan kegiatan dakwah saja, namun juga untuk mengelola aset. Aset yang tercatat di yayasan merupakan kekayaan yang terpisah dari pengurusnya. Namun, masih banyak sertifikat majelis taklim, gedung serba guna, dan masjid yang atas nama pribadi/perorangan.
“Ketika orang yang tercatat dalam sertifikat aset yayasan meninggal, ahli warisnya akan menuntut, padahal itu merupakan aset yayasan. Agar lebih aman dan sesuai peraturan, maka sertifikat aset harus dibalik nama atas nama yayasan, agar tidak terjadi sengketa hukum aset-aset yang dimiliki yayasan. Atau menghindari ketika orang itu bermasalah dan punya itikad tidak baik yaitu ingin menguasai secara sendiri,” paparnya.
Hal itu, imbuh Ibnu, berbeda kalau aset itu atas nama yayasan. Sebab keputusan dalam yayasan dilaksanakan secara kolektif kolegial, sehingga tidak bisa serta merta memiliki aset atas nama pribadi.
Sementara itu, Ketua Departemen Huk HAM DPP LDII, Subiyanto menambahkan, yayasan wajib melaksanakan rapat pembina setiap lima tahun sekali dari tanggal akta pendirian yayasan untuk melihat apakah ada perubahan kepengurusan atau diperpanjang. Misalnya pengurusnya sudah meninggal dunia atau pengurusnya ada yang masuk daftar hitam, maka segera diganti. Setelah itu dilaporkan ke Kemenkumham.
“Kalau mereka tidak memahami tata kelola seperti ini akan berakibat buruk. Sebab ketika mau melakukan sesuatu perbuatan hukum, maka tidak bisa dilaksanakan, karena legalitasnya telah kadaluarsa. Maka pengurus yayasan harus memperpanjang atau pemutakhiran data administrasi baik di notaris maupun Kemenkumham. Kalau legalitas sudah kadaluarsa, maka tidak bisa untuk memproses legalitas aset,” ujarnya.
Subiyanto menambahkan, setiap yayasan supaya patuh terhadap pajak baik SPT masa maupun SPT tahunan meskipun nihil tetap harus melapor. Legalitas yayasan dan aset merupakan hal yang penting untuk proteksi dari hal yang tidak diinginkan seperti gugatan sita jaminan pihak kedua maupun terjadinya duplikasi sertifikat.
Mengenai pelaksanaan sosialisasi ini, Ketua DPW LDII Jabar, KH. Dicky Harun berharap sosialiasi seperti ini bisa dilaksanakan masing-masing DPD LDII Kota/Kabupaten untuk membina yayasan yang ada di wilayahnya agar aset baik tanah maupun bangunan bisa tercatat dan tidak muncul permasalahan. “Dalam pengurusan sertifikat aset ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) membutuhkan rekomendasi dari Kemenag. Disini peran DPD LDII Kota/Kabupaten untuk aktif mengkomunikasikan dengan Kemenag di daerahnya masing-masing,” ujarnya.
Acara yang digelar secara semi daring (hybrid) ini diikuti 27 DPD Kota/Kabupaten se-Jawa Barat dan pengurus 125 yayasan binaan LDII se-Jawa Barat. Hadir di studio utama yakni Ketua DPP LDII Korbid Hukum dan Hak Asasi Manusia (Huk HAM), Ibnu Anwarrudin, Ketua Departemen Huk HAM DPP LDII Subiyanto didampingi anggota Departemen Huk HAM DPP LDII. Hadir pula Ketua DPW LDII Jabar, KH. Dicky Harun, Sekretaris, H. Koswara, Wakil Sekretaris, Fadel Abrori dan Biro Huk HAM DPW LDII Jabar.
Oleh: Fadel Abrori (contributor) / Faqihu Sholih (editor)