Yogyakarta – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Provinsi DIY akan menyelenggarakan Musyawarah Wilayah (Muswil) VII pada September 2021. Sebagai kegiatan Pra Muswil, DPW LDII DIY menghelat Focus Group Discussion (FGD) tentang keberagaman agama dan budaya di DIY dengan tema “Peran Ormas Keagamaan dalam Menjaga Keharmonisan di Tengah-tengah Keberagaman dan Budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta”.
FGD diikuti sebanyak 250 orang secara daring yang terdiri dari pengurus DPD dan PC LDII se-DIY serta Kakak-kakak Kwarda Pramuka DIY melalui studio utama aula Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY, 26/06. Hadir di studio utama Komisi Pemberdayaan Ekonomi Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY H.Surono,SE, Badan Kesbangpol DIY, Pengurus Wilayah NU DIY, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DIY Perwakilan Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Dalam pelaksanaan FGD-1 ini, LDII DIY mengundang narasumber antara lain Kakanwil Kemenag DIY Drs.H.Edhi Gunawan,MPdI, Budayawan Yogyakarta GKR Mangkubumi hadir secara virtual, Sekretaris Dinas Kebudayaan DIY Cahyo Widayat,SH,MSi, FKUB DIY Dr.G.Sri Nurhartanto dan Ketua DPP LDII Dr.Ir.H.Teddy Suratmadji,MSc. Ketua DPW LDII DIY Dr.H.Wahyudi,MS dalam sambutannya mengatakan Jogja adalah miniatur Indonesia karena di dalamnya terdapat beragam suku, agama, golongan, budaya, dan bahasa.
“Melalui keberagaman tersebut tumbuh toleransi yang tinggi, sehingga Jogja mendapat predikat City of Tolerance. Keberagaman ini tidak lepas dari keberadaan keraton yang memiliki tradisi turun temurun, namun ketika bertemu dengan agama maka keduanya dapat berjalan damai dan saling menguntungkan,” urainya.
Atas keberagaman ini, Wahyudi berpesan toleransi yang sudah tumbuh ini dipertahankan jangan sampai terpecah. Senada dengan Ketua DPW LDII DIY, Budayawan Yogyakarta GKR Mangkubumi mengajak kepada masyarakat dengan keberagaman dan keistimewaan di Jogja untuk dijaga bersama-sama.
“Ini semua menjadi tugas kita bersama baik LDII, FKUB, dan masyarakat hingga tingkat RT, kalau bukan kita siapa lagi?” tandasnya.
Berbicara budaya adalah bagaimana kita hidup saling tolong menolong, menghormati, menghargai, dan gotong royong, inilah ciri khas masyarakat Jogja. Untuk Jogja, para budayawan mempunyai mimpi menjadikan jogja sebagai world heritage, menjadi negara yang tertata, dan menghargai budaya dari peninggalan para leluhur.
“Berbicara agama, kita menghargai keberagaman agama dan mempelajarinya, tapi kita punya yang lebih prioritas adalah budaya kita sendiri dan bagaimana menjadikan jogja ini semakin nyaman,” ungkapnya.
GKR Mangkubumi menambahkan, perlu juga mengedukasi masyarakat untuk paham betul dengan keberagaman agama dan budaya di Jogja guna meminimalisir intoleransi. “Dalam momen yang baik ini, mari bersama kita cari solusinya agar permasalahan kecil di jogja baik tentang agama maupun budaya bisa segera terselesaikan,” tutupnya. (rls/tribunjogja.com)
Oleh: Rully Sapujagad (contributor) / Fachrizal Wicaksono (editor)