Sleman (1/3). Program Kampung Iklim (ProKlim) Dusun Sangurejo resmi dideklarasikan di Pendopo Embung Kaliaji, Sangurejo, Wonokerto, Turi, Sleman, Minggu (26/2). Selama lima tahun lebih, LDII DIY mensinergikan beberapa pihak dalam upaya mendukung program pemerintah mewujudkan Kampung Pramuka. Berbagai upaya ini juga menginisiasi gerakan bersama pengendalian perubahan iklim dan penurunan emisi efek rumah kaca.
Dukungan menuju Kampung Proklim Sangurejo diawali dari proses yang panjang. Satuan Komunitas Sekawan Persada Nusantara (Sako SPN) Gudep Turi telah merintis Kampung Pramuka Sangurejo. Sejak tahun 2021, Sangurejo bersama 4 kampung pramuka di Sleman mulai berbenah.
Inisiator Proklim Sangurejo diantaranya Kepala Dukuh Sangurejo, Ketua Sako SPN Gudep Turi Salip, Ketua PC LDII Turi H. Juwanto, Ketua Panitia Deklarasi Agus Kurniawan, Pimpinan Padepokan Satriatama Gus Suryo, Ketua Lembaga Pengelola Sedekah Sampah (LPSS) Barokah Sangurejo Khoiru Bagus Pramono, dan Penggerak PKK Titik Sukayawati bahu membahu mengembangkan potensi Sangurejo.
Sangurejo sendiri merupakan sebuah Padukuhan yang terletak di Desa Wonokerto, Kapanewon Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan luas wilayah 38,41 Ha pada awalnya termasuk dalam kategori pemukiman padat, kumuh, dan miskin. Pasca kepeloporan Sako SPN di Kampung Pramuka Sangurejo, menyusul kemudian Fakultas Kehutanan UGM bersama-sama satuan karya (saka) pramuka, terutama Saka Wanabakti, Saka Kalpataru dan Saka Pariwisata mulai terlibat sekitar 2 tahun terakhir untuk membimbing agar dusun ini menjadi Kampung ProKlim Sangurejo.
Hadir dalam Deklarasi Proklim Gubernur DIY yang diwakili Staf Ahli Gubernur Bidang Sosial Budaya dan Kemasyarakatan Etty Kumolowati, Ketua DPW LDII DIY Atus Syahbudin beserta jajaran, Wakil Ketua Kwarda DIY Bidang Pengabdian Masyarakat, Penanggulangan Bencana, dan Lingkungan Hidup (Abdimas Gana LH) Krido Suprayitno, Bupati Sleman yang diwakili Darwis Joko, dari Disdikpora beserta Forkompimda, Ketua Pinsakoda SPN DIY, Kwarcab Sleman, PMI Sleman, Kwaran Turi, Panewu Turi beserta Muspika, Lurah Wonokerto beserta jajaran dan Lurah sekitar, serta beberapa tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Dalam sambutannya, Krido Suprayitno menegaskan peran Kampung Pramuka sebagai salah satu bentuk pengabdian gerakan Pramuka kepada masyarakat melalui lingkungan hidup. Sehingga dengan perkembangan yang terjadi diharapkan berfungsi pula sebagai wadah peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Adapun Etty Kumolowati menekankan pentingnya kesadaran dan pemahaman diri serta partisipasi masyarakat. “Kita perlu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perubahan iklim dan bagaimana menanggulanginya. Terima kasih pada seluruh inisiator dan warga masyarakat Sangurejo yang terlibat. Saya harap semangat ini tetap terjaga dan generasi muda dapat berperan aktif dalam memajukan proklim di kampung ini,” kata Etty.
Deklarasi dirangkai dengan penanaman pohon, pelatihan ecoprint, dan pelatihan pengolahan sampah plastik. Pelatihan pengolahan sampah plastik dan pelatihan ecoprint (teknik mencetak pada kain) merupakan bagian dari upaya kegiatan mitigasi dalam progam kampung iklim (ProKlim). Pada hakikatnya, tujuan dari kegiatan pelatihan tersebut adalah memanfaatkan sesuatu di lingkungan sekitar yang belum bernilai lalu diolah menjadi barang yang berharga dan bernilai jual. Kegiatan penanaman pohon diikuti oleh berbagai instansi. Beberapa jenis pohon yang ditanam diantaranya eboni, gaharu, beringin, meranti, kepel, eukaliptus, manggis, kelengkeng, jambu kristral, dan durian.
Adapun pejabat yang menanam, antara lain: Gubernur DIY, Bupati Sleman, Ka Kwarda DIY, Kapus P3 Ekoregion Jawa, Ketua DPW LDII DIY, Ka Sakoda DIY, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, pimpinan Bank Syariah Indonesia Area DIY, DLHK DIY, Kadis Dikpora DIY, Kepala Kemenag Sleman, Kadis LH Sleman, Dinas Perikanan, Pangan dan Pertanian, Panewu Turi, lurah Wonokerto dan dukuh Sangurejo.
Ketua LDII DIY, Atus Syahbudin menyampaikan bahwa LDII fokus mendorong pengembangan Dusun Sangurejo. Masyarakatnya agamis dan mayoritas tidak merokok, pekarangan sangat produktif dengan panenan salak dan buah lain, udaranya sejuk serta menjadi daerah konservasi air pegunungan. Dari dusun yang padat, relatif miskin dan kumuh, kini telah menjadi desa wisata. Kemudian, pada Desember 2022 berhasil diresmikan menjadi Kampung Pramuka. Pada tahun 2023 ini terus berbenah dan mendeklarasikan diri menuju Kampung Proklim.
Atus yang kali ini juga mewakili Dekan Fakultas Kehutanan UGM menyampaikan dukungannya. “Dua tahun terakhir kami mulai terlibat membantu penanaman jenis-jenis pohon untuk edukasi. Beberapa waktu lalu kita adakan pelatihan pengolahan kompos dan sampah. Agenda mendatang yaitu mewujudkan buah tangan ecoprint salak, memperbanyak biopori, rumah maggot, tebar benih ikan dan gemarikan bagi masyarakat,” papar Atus.
Lebih lanjut, Atus Syahbudin menjelaskan, pengembangan kawasan Sangurejo, termasuk embung Kaliaji merangkul beberapa komunitas pramuka diantaranya Satuan Karya (Saka) Wanabakti, Saka Kalpataru dan Saka Pariwisata dengan penanaman, pengolahan sampah, dll. Diharapkan pula nantinya dapat dikembangkan sektor perikanan di sekitar embung dan kolam masyarakat oleh Saka Bahari.
“Kami menggerakkan ProKlim di Dusun Sangurejo ini melibatkan para ulama untuk lebih menekankan pentingnya menjaga lingkungan, dan gerakan pramuka lebih menggerakkan untuk generasi muda. Jadi memang sedikit berbeda untuk ProKlim yang biasanya berbasis kampung saja,” ucap Atus. Atus menunjukkan 3 potensi Dusun Sangurejo sebagai Kampung Proklim. “Sangurejo mempunyai embung dan daerah konservasi air. Lalu pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dengan adanya 3 titik lampu tenaga surya, serta tanaman konservasi bantuan Fakultas Kehutanan UGM,” pungkasnya.
Oleh: Andhika Widiasto (contributor) / Noni Mudjiani (editor)