Musi Banyuasin (13/8). Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Pasangkayu menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan” di Aula Kemenag Pasangkayu, Senin (28/7). Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Pasangkayu, Muhammad Hatta.
Dalam sambutannya, Hatta menegaskan bahwa Kemenag memiliki mandat utama dalam pembinaan kehidupan beragama di Indonesia. “Ke depan, peran Kemenag lebih difokuskan pada penguatan pembinaan masyarakat dan pendidikan keagamaan. Sebentar lagi, urusan haji tidak lagi menjadi domain langsung Kemenag, sehingga fokus kami akan lebih diarahkan kepada pembinaan nilai-nilai moderasi beragama di tengah masyarakat,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya sikap inklusif dan toleran di tengah perbedaan paham keagamaan. “Jangan sampai di daerah kita berkembang paham yang menyatakan, hanya kelompoknya yang benar, sementara kelompok lain dianggap sesat. Pemikiran seperti itu bisa menjadi benih konflik yang berbahaya,” tegasnya.
Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat (Kabid Bimas) Islam Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Sulawesi Barat, Hairul Musa, turut memberi pandangan. “Agama dan kebangsaan bukanlah dua entitas yang saling berlawanan. Justru dalam konteks Indonesia, keduanya harus saling menguatkan. Menjadi religius tidak berarti anti-negara, dan mencintai negara tidak membuat seseorang kurang taat beragama,” jelasnya yang juga menjabat Ketua PC Nahdlatul Ulama Pasangkayu.
Materi inti FGD disampaikan oleh Ipda Anton dari Polres Pasangkayu. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi mencegah radikalisme, terorisme, dan intoleransi. “Kami mengajak semua stakeholder agar bersinergi secara aktif dalam upaya pencegahan paham-paham ekstrem yang dapat mengancam kerukunan dan stabilitas nasional,” ujarnya.
Anton mengingatkan bahwa kelompok radikal kerap menyasar pemuda yang sedang mencari jati diri. “Kita harus lebih waspada terhadap strategi mereka yang merekrut anak-anak muda, khususnya yang sedang mengalami krisis identitas dan minim pendampingan. Mereka adalah target utama penyebaran ideologi kekerasan,” ungkapnya.
FGD dihadiri oleh jajaran Kemenag Pasangkayu, para Kepala KUA se-Kabupaten Pasangkayu, Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia (IPARI) Pasangkayu, MUI Pasangkayu, serta pimpinan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam seperti LDII, Yayasan Hidayatullah, Nahdlatul Wathan, Yayasan Al-Khairat, dan DDI.
Ketua DPD LDII Pasangkayu, Lukman Efendi, mengapresiasi penyelenggaraan kegiatan dan materi yang disampaikan. “Ini merupakan salah satu upaya preventif yang perlu dilakukan dengan memasukkan materi tersebut dalam kurikulum pendidikan formal maupun nonformal,” ujarnya.
Menurutnya, kurikulum tersebut dapat menjadi mata pelajaran tersendiri atau terintegrasi dengan pelajaran lain. “Dengan harapan agar mereka memiliki pemahaman yang benar dan tidak mudah terpengaruh oleh paham intoleransi, radikalisme dan ekstremisme,” tambah Lukman.
Oleh: Anca (contributor) / Riska Sabilah (editor)
Kunjungi berbagai website LDII
DPP, DPP, Bangkalan, Tanaroja, Gunung Kidul, Kotabaru, Bali, DIY, Jakpus, Jaksel, Jateng, Kudus, Semarang, Aceh, Babel, Balikpapan, Bandung, Banten, Banyuwangi, Batam, Batam, Bekasi, Bengkulu, Bontang, Cianjur, Clincing, Depok, Garut, Jabar, Jakarta, Jakbar, Jakut, Jambi, Jatim, Jayapura, Jember, Jepara, BEkasi, Blitar, Bogor, Cirebon, Kalbar, Kalsel, Kaltara, Kalteng, Karawang, Kediri, Kendari, Kepri, ogor, Bogor, Kutim, Lamongan, Lampung, Lamtim, Kaltim, Madiun, Magelang, Majaelngka, Maluku, Malut, Nabire, NTB, NTT, Pamekasan, Papua, Pabar, Pateng, Pemalang, Purbalingga, Purwokerto, Riau, Sampang, Sampit, Sidoarjo, Sukoharjo, Sulbar, Sulsel, Sultra, Sumbar, Sumsel, Sumut, Tanaban, Tangsel, Tanjung Jabung Barat, Tegal, Tulung Agung, Wonogiri, Minhaj, Nuansa, Sako SPN, Sleman, Tulang Bawang, Wali Barokah, Zoyazaneta, Sulteng